Dengan melangkah pelan, kususuri lagi lorong yang dulu biasa kita lalui bersama. Ada sedikit perih yang terasa ketika mengingatmu lagi, perih yang sebenarnya aku nikmati sebagai bukti bahwa kita pernah bersama. Kususuri lorong ini kembali dengan sangat perlahan, berusaha menghidupkan kembali perasaan yang aku rasakan saat melewatinya bersamamu.
Aku melihat ke kanan, masih ada lukisan yang betah engkau pandangi berlama-lama, entahlah, aku tak tahu kenapa, tapi aku sangat menikmati ekspresimu, ekspresi kerinduan yang tak jelas kau tujukan untuk siapa tapi aku selalu bahagia menikmati setiap perubahan air mukamu. Di tembok sebelah kiri aku memandangi jendela luas yang selalu kita kagumi bersama pemandangan yang terlihat dari sana, aku biasanya berpura-pura sangat menyukai hutan hijau yang sering tertutup kabut itu, padahal yang sebenarnya aku sukai adalah saat kita menikmati pemandangan itu, bersamamu disana, hanya diam dan menikmati pemandangan, itulah saat-saat terindahku.
Melangkah lagi, mendekati akhir lorong kenangan ini, ku hampiri gerbang menuju ruangan yang lebih luas, aku tercenung berhenti di sudut gerbang, ku pejamkan mataku, mencoba merasakan kembali kecupan-kecupan yang selalu kau berikan pada ku sebelum masuk keruangan lain itu, sudut ini adalah sudut kesukaanmu, aku tahu karena kau selalu mengatakan itu kepadaku, dan ini juga sudah menjadi sudut yang kusukai, karena penuh dengan kenangan pelukmu yang hangat untukku, hanya untukku.
Dengan berat aku melangkah meninggalkan lorong penuh kenangan itu, menuju keruangan lain rumah kita, sama hangatnya dengan lorong itu, tapi tak begitu banyak kenangan atas kebersamaan kita disini, karena kita lebih senang menghabiskan waktu di lorong itu.
Aaahh,, mengenang kembali semua kebersamaan kita membuat aku semakin merindukanmu, tapi aku tahu aku harus bisa menerima kenyataan, bahwa tak bisa lagi aku nikmati wajahmu yang ekspresif, tak bisa lagi aku merasakan kebersamaan dalam diam yang selalu kita nikmati, tak akan pernah bisa aku menikmati kecupan darimu lagi, dan tak akan pernah kurasakan hangatnya dekapmu yang selalu mampu menenangkan segala gundahku.
Ku langkahkan kaki ke arah halaman belakang rumah kita, mengunjungi peristirahatan terakhirmu, memandangi melati yang mengelilingi makammu. Melati selalu menjadi bunga kesukaanmu, setelah anggrek tentunya, tapi kau pasti mengerti kalau aku memang tidak akan pernah mampu merawat anggrek, karena itulah ku tanam melati yang putihnya sesuai dengan hatimu, hatimu yang penuh cinta.
Hari ini, tujuh tahun yang lalu, kau pergi meninggalkan ku selamanya, untuk mengarungi kehidupan yang aku tahu tak akan mudah tanpa kau disisiku. Tapi tak hentinya aku haturkan terimakasihku kepadamu, Ibu yang tangguh, yang penuh cinta, yang membuat aku menghargai hidup, diriku, dan orang-orang disekitarku. Kau telah mendidikku dengan caramu yang luar biasa agar aku senantiasa bersyukur dan bertanggung jawab atas semua pilihan ku.
Hari ini, tujuh tahun yang lalu, kau pergi meninggalkanku selamanya, tapi cintamu tetap tinggal, agar aku dapat membagi cintaku kepada orang-orang disekitarku, menguatkanku saat aku merasa lemah dan tak mampu.
Hari ini, tujuh tahun yang lalu, kau pergi meninggalkanku selamanya. Tak cukup bila kukatakan aku selalu merindukanmu, hanya doa yang mampu ku kirimkan untukmu, semoga Malaikat mendekapmu erat disana dan Cinta Allah selalu mengelilingimu, Mama..
24 September 2010,
7 tahun setelah ia meninggalkanku,,
i Love u mom, still and always will,,
Bagus,,, I like it,,,,
Simpel tetapi langsung menusuk,,,
Aa’ suka tulisan N’dee,,,
LikeLike
http://jingleyanqiu.wordpress.com/awards-from-the-blogging-universe/sweet-princess-award-4-female-community-members/#comment-18296
awards for you.
support us by linking in 1 to 3 poems to our poetry potluck…
not necessarily related to the theme, any old poems would work.
miss you in our spot.
LikeLike