Anak-anak masa kini..

Seorang anak adalah mutiara bagi orang tuanya, walaupun kini banyak kenyataan bahwa orang tua malah menelantarkan anaknya, entah itu karena mereka merasa tidak sanggup membiayai sang anak atau malah karena mereka merasa sang anak cukup digelimangkan dengan harta sehingga tak perlu lagi kasih sayang dari mereka.

Miris. Itulah yang sering saya rasakan belakangan ini, melihat kehidupan tak lagi menjadi tempat yang ramah bagi anak-anak. Bukan, saya bukan akan menulis mengenai lingkungan yang sangat penuh dengan polusi dan tidak lagi sehat atau kurangnya lapangan untuk anak bermain dan berkumpul, saya akan bercerita mengenai bagaimana tuntutan kemajuan zaman membuat lingkungan yang secara fisik sudah tak layak kini juga tak layak secara psikis bagi anak-anak.

Materialistis. Itulah jenis kehidupan yang sedang kita jalani kini, dimana mengakui atau tidak, banyak orang yang mengukur kebahagiaan dari seberapa besar kemampuan finansial mereka mampu memenuhi kebutuhan sangat tersier dan kini semakin parah karena ditunjang dengan kemajuan teknologi yang pesat sehingga banyak alat penunjang kehidupan yang canggih dan menggiurkan. Kebutuhan untuk memiliki barang-barang tersier tersebut kadang terasa lebih mendesak daripada pemenuhan kebutuhan primer.

Well, seharusnya hal itu menjadi hal yang dipikirkan oleh orang dewasa bukan? Fancy and big house, lux condo, sport car, newest gadget, and others expensive things are suppose to be a grown up’s matters, not children’s. absolutely not theirs. Sesuai dengan tugas perkembangan masa kanak-kanak, mereka sedang berada dalam tahap mengeksplor kemampuan belajar mereka memalui permainan dan berinteraksi dengan orang lain. Orang terdekat anak-anak yang menjadi role model dan membentuk mereka adalah orang tua atau sosok pengganti orang tua, bagaimana pola asuh yang mereka terima akan membentuk skema berpikir mereka dan kecenderungan kepribadian mereka, dan mereka masih percaya seratus persen kepada orang dewasa yang mengasuhnya.

Hal itulah yang kemudian membuat saya berani mengatakan bahwa lingkungan masa kini tidak sehat secara psikis bagi anak-anak. Orang tua yang terlalu sibuk mengejar harta tanpa sadar mengajarkan kepada anak bahwa mereka bahagia jika bergelimang harta, mereka tidak butuh berbagi kasih sayang, kebahagian mereka menjadi bergantung pada barang-barang yang mereka punya, belum lagi pola asuh yang tak sehat yang membandingkan keadaan finansial sang anak dengan anak yang lain dan membuat seolah anak tersebut kurang bahagia dari temannya karena rumahnya lebih kecil, karena mobilnya lebih jelek, bahkan akan menjadi sangat buruk jika “kebahagian artifisial” itu diajarkan sang ibu yang paling dekat dengan mereka untuk menteror sang ayah yang pasti sangat ingin membahagiakan anaknya. Kemudian ada lagi anak yang lebih sering menghabiskan waktu bersama baby sitter atau pengasuh mereka, yang sekarang kebanyakan masih muda dan belum berpengalaman menjadi orang tua, mereka tidak sadar bahwa mereka menjadi role model bagi sang anak, mereka tidak sadar bahwa sang anak meniru dan mengingat apa yang mereka lakukan untuk kemudian menjadi tingkah laku mereka.

Ada juga anak yang dijadikan alat bagi orang tuanya untuk mencari penghasilan, seperti banyak yang kita temukan dijalan, bagaimana rasa iba orang lain menjadi suatu hal yang sangat pas sebagai ladang uang. Masa kecil yang dijalani di jalanan membuat anak-anak menyaksikan banyak hal yang belum sesuai dengan usia mereka, belum mampu mereka cerna dengan pikiran mereka yang masih berkembang, ini yang kemudian membuat istilah “dewasa sebelum waktunya” muncul.

Anak-anak, mungkin kini masanya sudah jauh berbeda dari masa saya kecil dulu, dimana makan malam bersama mama dan papa sudah merupakan hal yang membahagiakan, walau rumah kami tak besar, main di lapangan kecamatan sampai baju kotor dan pulang sore menjadi hal yang sangat berkesan, luka-luka akibat jatuh dari pohon menjadi hal yang manis untuk dikenang. Ya, masa itu tampaknya mulai berlalu, kini anak-anak lebih bahagia jika di bisa seharian dirumahnya yang besar dengan berbagai alat permaianan canggih dan gadget lainnya, lebih bahagia jika mereka bisa tampak lebih dari temannya.

Benarkah seorang anak akan lebih bahagia jika dari kejauhan dia melihat rumahnya besar seperti rumah teman-temannya atau itu hanya ide yang ditanamkan oleh sang ibu pada anaknya?

Bahagia itu sangat relatif, sungguh…

Leave a Comment

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.