Bekerja di lingkungan yang dulu paling saya hindari membuat diri saya mempertanyakan banyak hal pada diri saya sendiri. Mempertanyakan kenapa saya tidak bisa lebih tegas atau kenapa saya tidak bisa dari dulu melakukan sesuatu demi masa depan yang sesuai dengan impian saya.
Kembali pada saat ini, saya seringkali membuat diri saya terjebak dalam situasi yang tidak saya inginkan, dan sering pula ketika saya memaksakan hal yang saya inginkan, yang saya temui hanya tembok yang semakin membuat saya ingin melebur menjadi debu.
Kemarin saya mengalami lagi hal yang persis saya alami satu tahun yang lalu. Persis di bulan yang sama. Saya mencoba mengkompromikan impian saya dengan keadaan saya saat ini, dan sekali lagi saya gagal.
Banyak orang yang bilang jika kita tidak merasa bahagia dengan apa yang kita lakukan saat ini, maka lebih baik kita berhenti saat itu juga. Saya sempat beberapa kali ingin mengundurkan diri dari realita saya saat ini, tetapi ketika saya ingat kembali alasan klise saya berada disini, maka saya masih tetap bisa menelan ludah dan meyakinkan diri untuk bertahan. Tapi sampai berapa lama? Apakah sampai saya tidak lagi ingat siapa saya dan apa yang ingin saya capai dalam hidup saya?
Mengapa begitu berat saya untuk keluar dari zona yang sebenarnya tidak nyaman ini? saya tidak punya alasan pasti selain keyakinan bahwa Allah tidak akan memberikan sesuatu yang sia-sia pada makhluknya. Mungkin banyak orang yang mencibir saya yang mengatakan saya hanya bisa mengeluh tanpa tindakan nyata untuk keluar dari lingkaran ini, dan saya tidak bisa menyatakan bahwa mereka sepenuhnya salah karena sebagian diri saya juga ikut sinis.
Pertimbangan-pertimbangan dan kontemplasi-kontemplasi yang terjadi dalam pikiran saya rasanya tidak pernah usai. Pikiran saya terus mencari jalan untuk setidaknya saya merasakan kebahagiaan yang tulus dari keadaan saya saat ini. Keinginan muluk saya tentu saja bahwa saya bisa mengubah lingkungan saya saat ini agar tidak ada orang lain yang mengalami apa yang saya alami. Jalan itu tentu tidak sebentar dan tidak mudah dan saya tidak yakin apakah saya dapat bertahan, karena saat ini saja rasanya saya mulai kehilangan pegangan hidup.
Adalah beberapa hal yang membuat saya bertahan dan menjadi basis realita saya. Senyuman Papa, Kehangatan teman dan keluarga serta para teman-teman SMA saya. Mereka benar-benar oase dalam zona ketidaknyamanan ini. Mereka selalu berhasil menyentil saya untuk berhenti dari kekalutan dan sejenak bersyukur dan menata kembali hati dan tujuan saya. Saya tahu mereka tidak sadar pentingnya mereka bagi saya. Seperti saat ini, ketika impian saya kembali di”hancur”kan, mereka membuat saya mengerti bahwa sesuatu itu di”hancur”kan agar kita dapat membangun yang baru dengan perencanaan yang lebih matang dan lebih mendekati kesempurnaan.