23 September 2003, ba’da Magrib waktu setempat.
“Jangan pergi, Nak. Disini aja” ujar mama terbata-bata, lidahnya mulai kaku, mengikuti sebagian badannya yang sudah mati rasa dari beberapa saat yang lalu. Aku tetap memijat tangan mama walaupun ia sudah tak bisa merasakannya lagi, berharap pijatanku dapat membuat aliran darahnya lancar kembali dan separuh badannya tak mati rasa lagi.
“Ta cuma mau ganti baju bentar, ma. Boleh ya?” tanyaku. Mama menggeleng lemah, membuat aku semakin khawatir.
“Biar Tata ganti baju dulu, supaya kita bisa ke rumah sakit, ya?” tanya papa lembut. Akhirnya mama mengangguk lemah dan akupun segera berlari dan tak sampai 5 menit aku sudah kembali lagi ke kamar mama dengan pakaian lengkap bepergian, siap untuk ke rumah sakit.
“tok..tok..” Pintu kamar di ketok dan ketika aku buka, sudah berdiri Om Ikar, teman papa yang tadi beliau telpon untuk menemani kami ke rumah sakit, membawa mama langsung ke UGD, berharap kesembuhan segera untuk beliau.
Berdua papa dan Om Ikar mengangkat mama ke mobil. Om Ikar yang menyetir, papa memangku kepala mama dan aku kembali memijat kaki mama. Mama terlihat sudah tidak sanggup berkata-kata lagi, ia hanya mengikuti dzikir yang diajarkan papa.
“Allah…” itulah kata terakhir mama sebelum ia tak sadarkan diri, hingga kami tiba di UGD Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, mama dipindah ke ICU, dan esoknya beliau menghembuskan nafas terakhirnya, 24 September 2003 10.15 WIB.
ah jadi inget seseorang
LikeLike
aih.. ibunda jugakah?
LikeLike