Undergraduate Thesis Abstract..

apa yang sulit dari membuat ringkasan skripsi??
jelas!!
membuat abstraknya yang memukau,,
haa..

ini lah abstrak untuk skripsi ta,,
kalau ada yang berminat berdiskusi (cieee) imel aj saia ya,,

BUDAYA DAMAI DALAM TRADISI PACU JALUR DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI, PROVINSI RIAU

Zestadianna Adzel & Faturochman

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

 

ABSTRACT

Idea that condition of peace is recognized by the absence of wars and violence is now considered as old fashion recognition since peace is now condition that consists of many factors not only about war and violence. Scientist nowadays began to focus research about the culture of peace that applied by one society in one region, which is part of its own culture. This research is exploring about Pacu Jalur tradition (Jalur means big canoe-like ship and Pacu means Race) of Kuantan Singingi Regency in Riau Province to analyze the social-psychological aspects of people joining in this tradition that keep its people hold each other’s hand even this tradition formed as a competition. Using qualitative method and phenomenological approach, this research aims to understand what kind of peace culture that happened to be formed by that tradition. Subjects of this research consist of four categories of people in the structure of Pacu Jalur Tradition, which are partuo (people considered as the chiefs of the region), dukun jalur (person with paranormal powers), anak pacu (young men for running the Jalur at the race) and the society itself, one person from each category. This research shows what makes these people keep living in peace side by side is that this tradition provides them chances to fulfill their various needs and interactions that happen because of this tradition make their social cohesiveness stronger and finally this society is forming a pattern of consensual peace.

Keywords: Peace Culture, Pacu Jalur, Social Cohessiveness, Choice Theory

a little about peace building

Dalam Michelle (2003) dan Rene (2008) dikatakan bahwa ada dua cara yang berbeda untuk memahami peacebuilding. Pertama adalah berdasar pada dokumen “agenda untuk perdamaian” milik PBB yang mengatakan bahwa peacebuilding mencakup aktivitas yang yang berasosiasi dengan pembangunan kapasitas, rekonsiliasi, dan transformasi masyarakat, dimana peacebuilding merupakan proses jangka panjang setelah konflik mereda, atau dengan kata lain, peacebuilding merupakan fase dari proses perdamaian yang dilakukan setelah peacemaking dan peacekeeping. Pendapat yang kedua merupakan pemahaman peacebuilding menurut banyak lembaga swadaya masyarakat, peacebuilding tidak hanya merujuk pada usaha-usaha transformatif jangka panjang, tetapi peacemaking dan peacekeeping.

Definisi yang lebih operasional mengenai peacebuilding dikemukakan oleh Christie, Daniel dkk (dalam Faturrochman, 2007) di artikelnya yang berjudul “Introduction to Peace Psychology”. Peacebuilding menurut Christie dkk didesain untuk mengurangi kekerasan atau kekacauan struktural (structural violence). Definisi ini juga digunakan untuk membedakan peacebuilding dari peacemaking, dimana peacemaking dikatakan sebagai proses yang diterapkan untuk mengurangi kekerasan dan kekacauan langsung (direct violence), walaupun pada dasarnya, hubungan kedua kekacauan bersifat melingkar sehingga untuk mengetahui akar dari permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut memerlukan integrasi proses peacebuilding dan peacemaking.

Pada dasarnya, studi mengenai peacebuilding  ini merupakan bagian dari peace psychology yang oleh MacNair (2003) diartikan secagai studi mengenai proses mental yang membawa kepada kekacauan, mencegah kekacauan, dan memfasilitasi anti kekacauan sebagaimana mempromosikan keadilan, saling menghargai, dan saling menghormati untuk semua, yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya kekerasan dan kekacauan dan membantu memperbaiki efek psikologisnya. Sedangkan menurut Christie dkk (dalam Fatirrochman, 2007) Psikologi perdamaian berusaha untuk membangun teori dan praktik yang bertujuan untuk mencegah dan mitigasi kekacauan baik langsung maupun struktural . psikologi perdamaian lebih lanjut dikatakan disana mempromosikan manajemen tanpa kekerasan dari konflik dan diikuti dengan keadilan social, yang dibaginya menjadi peacemaking dan peacebuilding.

Peacebuilding lebih lanjut dikatakan dalam artikel tersebut adalah dilakukan dimana saja dan tidak terbatas pada suang dan waktu tertentu, serta mempunyai beberapa dimensi, seperti budaya, politik dan ekonomi. Bahkan menurut Handwarker (2000), perdamaian dimulai dari dalam diri manusia yang mempunyai kebutuhan dasar dan tingkah laku yang dimotivasi untuk mempertahankan diri serta yang berhubungan dengan pemenuhan. Dari hal tersebut muncul interpersonal peacebuilding (membangun perdamaian antar manusia) yang dianalogikan seperti membangun kembali jembatan-jembatan atau membuat hubungan antara individu dengan individu adau sekelompok individu. Sangat kecil kemungkinan untuk membangun perdamaian pada konflik yang terjadi tanpa memasuki tingkat tertentu dari kesepahaman yang baik.

Selain interpersonal, factor personal juga sangat berpengaruh, seperti yang dikatakan Handwarker sebelumnya bahwa perdamaian berawal dari dalam. Habib Chirzin dalam presentasinya yang berjudul “The Rights to Peace and Sustainable Development for Our Common Future : Strengthening Peace Generation” yang disampaikan di International Youth Forum (2008) mengatakan bahwa tidak ada perdamaian tanpa terpenuhinya hak asasi manusia, yang menjadikan terpenuhinya hak asasi manusia merupakan hal yang tidak dapat ditoleransi dalam pencapaian kondisi yang damai. Perdamaian dikatakannya dapat dinilai dengan referensi pemenuhan hak asasi manusia tersebut. Salah satu penyebab tidak terpenuhinya hak asasi manusia itu adalah kekerasan struktural (Sstructural violence).